11/13/2009

BUNGA CANTIK DALAM POT YANG RETAK

Rumah kami langsung berseberangan dengan pintu masuk RS John Hopkins di Baltimore. Kami tinggal dilantai dasar dan menyewakan kamar-kamar lantai atas pada para pasien yang ke klinik itu.
Suatu petang dimusim panas, ketika aku sedang menyiapkan makan malam, ada orang mengetuk pintu. Saat kubuka, yang kutatap ialah seorang pria dengan wajah yang benar buruk sekali rupanya. "Lho, dia ini juga hampir Cuma setinggi anakku yang berusia 8 tahun," pikirku ketika aku mengamati tubuh yang bungkuk dan sudah serba keriput ini. Tapi yang mengerikan ialah wajahnya, begitu miring besar sebelah akibat bengkak, merah dan seperti daging mentah., hiiiihh...!
Tapi suaranya begitu lembut menyenangkan ketika ia berkata, "Selamat malam. Saya ini kemari untuk melihat apakah anda punya kamar hanya buat semalam saja. Saya datang berobat dan tiba dari pantai Timur, dan ternyata tidak ada bis lagi sampai esok pagi." Ia bilang sudah mencoba mencari kamar sejak tadi siang tanpa hasil, tidak ada seorangpun tampaknya yang punya kamar.
"Aku rasa mungkin karena wajahku .. Saya tahu kelihatannya memang mengerikan, tapi dokterku bilang dengan beberapa kali pengobatan lagi..."
Untuk sesaat aku mulai ragu2, tapi kemudian kata2 selanjutnya menenteramkan dan meyakinkanku: "Oh aku bisa kok tidur dikursi goyang diluar sini, di veranda samping ini. Toh bis ku esok pagi2 juga sudah berangkat."Aku katakan kepadanya bahwa kami akan mencarikan ranjang buat dia, untuk beristirahat di beranda.
Aku masuk kedalam menyelesaikan makan malam. Setelah rampung, aku mengundang pria tua itu, kalau2 ia mau ikut makan. "Wah, terima kasih, tapi saya sudah bawa cukup banyak makanan." Dan ia menunjukkan sebuah kantung kertas coklat. Selesai dengan mencuci piring2, aku keluar mengobrol dengannya beberapa menit. Tak butuh waktu lama untuk melihat bahwa orang tua ini memiliki sebuah hati yang terlampau besar untuk dijejalkan ketubuhnya yang kecil ini.
Dia bercerita ia menangkap ikan untuk menunjang putrinya, kelima anak2nya, dan istrinya, yang tanpa daya telah lumpuh selamanya akibat luka di tulang punggung. Ia bercerita itu bukan dengan berkeluh kesah dan mengadu; malah sesungguhnya, setiap kalimat selalu didahului dengan ucapan syukur pada Allah untuk suatu berkat! Ia berterima kasih bahwa tidak ada rasa sakit yang menyertai penyakitnya, yang rupa2nya adalah semacam kanker kulit. Ia bersyukur pada Allah yang memberinya kekuatan untuk bisa terus maju dan bertahan.
Saatnya tidur, kami bukakan ranjang lipat kain berkemah untuknya dikamar anak2. Esoknya waktu aku bangun, seprei dan selimut sudah rapi terlipat dan pria tua itu sudah berada di veranda. Ia menolak makan pagi, tapi sesaat sebelum ia berangkat naik bis, ia berhenti sebentar, seakan meminta suatu bantuan besar, ia berkata, "Permisi, bolehkah aku datang dan tinggal disini lagi lain kali bila aku harus kembali berobat? Saya sungguh tidak akan merepotkan anda sedikitpun. Saya bisa kok tidur enak dikursi."Ia berhenti sejenak dan lalu menambahkan, "Anak2 anda membuatku begitu merasa kerasan seperti di rumah sendiri. Orang dewasa rasanya terganggu oleh rupa buruknya wajahku, tetapi anak2 tampaknya tidak terganggu."
Aku katakan silahkan datang kembali setiap saat. Ketika ia datang lagi, ia tiba pagi2 jam tujuh lewat sedikit. Sebagai oleh2, ia bawakan seekor ikan besar dan satu liter kerang oyster terbesar yang pernah kulihat. Ia bilang, pagi sebelum berangkat, semuanya ia kuliti supaya tetap bagus dan segar. Aku tahu bisnya berangkat jam 4.00 pagi, entah jam berapa ia sudah harus bangun untuk mengerjakan semuanya ini bagi kami. Selama tahun2 ia datang dan tinggal bersama kami, tidak pernah sekalipun ia datang tanpa membawakan kami ikan atau kerang oyster atau sayur mayur dari kebunnya. Beberapa kali kami terima kiriman lewat pos, selalu lewat kilat khusus, ikan dan oyster terbungkus dalam sebuah kotak penuh daun bayam atau sejenis kol, setiap helai tercuci bersih. Mengetahui bahwa ia harus berjalan sekitar 5 km untuk mengirimkan semua itu, dan sadar betapa sedikit penghasilannya, kiriman2 dia menjadi makin bernilai...
Ketika aku menerima kiriman oleh2 itu, sering aku teringat kepada komentar tetangga kami pada hari ia pulang ketika pertama kali datang. "Ehhh, kau terima dia bermalam ya, orang yang luar biasa jelek menjijikkan mukanya itu? Tadi malam ia kutolak. Waduhh, celaka dehh.., kita kan bakal kehilangan langganan kalau nerima orang macam gitu!" Oh ya, memang boleh jadi kita kehilangan satu dua tamu. Tapi seandainya mereka sempat mengenalnya,mungkin penyakit mereka bakal jadi akan lebih mudah untuk dipikul. Aku tahu kami sekeluarga akan selalu bersyukur, sempat dan telah mengenalnya; dari dia kami belajar apa artinya menerima yang buruk tanpa mengeluh, dan yang baik dengan bersyukur kepada Allah.
Baru2 ini aku mengunjungi seorang teman yang punya rumah kaca. Ketika ia menunjukkan tanaman2 bunganya, kami sampai pada satu tanaman krisan [timum] yang paling cantik dari semuanya, lebat penuh tertutup bunga berwarna kuning emas. Tapi aku jadi heran sekali, melihat ia tertanam dalam sebuah ember tua, sudah penyok berkarat pula. Dalam hati aku berkata,"Kalau ini tanamanku, pastilah sudah akan kutanam didalam bejana terindah yang kumiliki."
Tapi temanku merubah cara pikirku. "Ahh, aku sedang kekurangan pot saat itu," ia coba terangkan, "dan tahu ini bakal cantik sekali, aku pikir tidak apalah sementara aku pakai ember loak ini. Toh cuma buat sebentar saja, sampai aku bisa menanamnya ditaman."
Ia pastilah ter-heran2 sendiri melihat aku tertawa begitu gembira, tapi aku membayangkan kejadian dan skenario seperti itu disurga. "Hah, yang ini luar biasa bagusnya," mungkin begitulah kata Allah saat Ia sampai pada jiwa nelayan tua baik hati itu." Ia pastilah tidak akan keberatan memulai dulu didalam badan kecil ini." Semua ini sudah lama terjadi, dulu dan kini, didalam taman Allah, betapa tinggi mestinya berdirinya jiwa manis baik ini.
"Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang didepan mata, tetapi Tuhan melihat hati." (1 Samuel 16:7b)
Sahabat2 adalah istimewa sekali. Mereka membuatmu tersenyum dan mendorongmu jadi sukses. Mereka meminjamimu sebuah kuping dan berbagi suatu kata pujian. Tunjukkan kawan2mu betapa kau peduli.. Buatlah seseorang tersenyum hari ini.
"Your failure is not a reason for GOD to stop loving you"
GBU all "

Rumah kami langsung berseberangan dengan pintu masuk RS John Hopkins di Baltimore. Kami tinggal dilantai dasar dan menyewakan kamar-kamar lantai atas pada para pasien yang ke klinik itu.
Suatu petang dimusim panas, ketika aku sedang menyiapkan makan malam, ada orang mengetuk pintu. Saat kubuka, yang kutatap ialah seorang pria dengan wajah yang benar buruk sekali rupanya. "Lho, dia ini juga hampir Cuma setinggi anakku yang berusia 8 tahun," pikirku ketika aku mengamati tubuh yang bungkuk dan sudah serba keriput ini. Tapi yang mengerikan ialah wajahnya, begitu miring besar sebelah akibat bengkak, merah dan seperti daging mentah., hiiiihh...!

Jangan 'Terlalu Baik' di Kantor

Jika Anda dikenal sebagai orang yang baik, baik di kantor atau lingkungan manapun, biasanya banyak orang yang memanfaatkan kebaikan Anda. Misalnya di kantor banyak yang meminta bantuan Anda untuk menyelesaikan pekerjaan yang bukan tugas Anda. Bahkan kadang Anda sampaikan mengorbankan pekerjaan Anda sendiri. Celakanya, bukan hanya dalam pekerjaan orang meminta bantuan. Bisa jadi bantuan Anda dalam hal materi juga jadi sasaran rekan-rekan. Misalnya, karena Anda cukup 'murah hati' orang tak segan meminjam uang Anda. Dan karena sikap baik Anda, Anda merasa tidak enak hati untuk menolak. Parahnya, karena Anda terkenal baik hati, orang lain pun nggak ragu untuk mengulang terus permintaan bantuannya di lain waktu. Sialnya lagi, orang lain itu belum tentu mau membalas kebaikan Anda.

Kondisi ini membuat Anda serba salah. Maksud hati ingin berbuat baik apa daya kebaikan Anda kerap dimanfaatkan. Makanya, banyak yang bilang, sekarang udah nggak jamannya lagi jadi orang yang 'terlalu baik'. Yang dibutuhkan sekarang adalah menjadi orang yang baik sesuai dengan tempatnya. Artinya Anda harus tahu kapan saatnya bermurah hati dan kapan saatnya bersikap tegas.

Mereka yang terlalu baik agaknya juga kurang cocok menjadi atasan. Karena Anda akan terlalu banyak memberikan toleransi pada anak buah, sehingga beban pekerjaan anda justru akan semakin berat. Atasan yang baik pun merasa enggan menegur anak buah jika berbuat kesalahan dalam pekerjaan.

Umumnya atasan yang baik memilih untuk mengoreksi sendiri pekerjaan anak buah yang salah. Nah masalahnya, kebaikan seperti ini belum tentu akan mendapat balasan yang sama! Bisa jadi mereka yang telah mendapat perlakuan baik Anda, akan menganggap Anda lemah dan tidak akan pernah bisa marah. Kalau kebaikan Anda yang ‘terlalu’ ini dibiarkan, Anda akan mengalami kerugian. Anda akan banyak ‘makan ati’ dan menyimpan rasa tidak enak sendiri. Kepahitan akan Anda telan mentah-mentah.

Nah, kalau Anda termasuk karyawan yang terkenal baik di kantor dan acap kali dimanfaatkan, jangan tunggu sampai 'makan ati'. Ubahlah sikap Anda menjadi lebih tegas! Katakan saja terus terang kalau Anda keberatan memberi bantuan. Jelaskan alasan yang tepat atas keberatan Anda. Belajarlah untuk menolak sesuatu yang tidak dapat Anda lakukan. Toh, image ‘karyawan baik’ pada diri Anda tidak akan hilang hanya karena Anda bersikap tegas. Bisa jadi Anda akan semakin disegani bukan cuma karena kebaikan Anda tetapi juga karena ketegasan Anda untuk berkata ‘tidak’!

Memang sikap yang baik selamanya harus Anda miliki, tetapi jangan sampai kebaikan Anda membakar diri sendiri. Karena sekarang ini sudah nggak musim lagi berdiam diri dan menyimpan perasaan sementara batin Anda tertekan. So, kalau Anda ingin lebih maju dalam karir, Anda bukan sekedar harus menjadi orang 'baik-baik', tetapi juga harus menjadi orang yang lebih tegas. Anda setuju...?

Aku Kirimkan Kasih Sayangku lewat Rengkuhan


ANAK sulungku, Mutiara Relung Sukma, tahun ini lulus sekolah dasar
(SD) dan harus daftar ke sekolah menengah pertama (SMP). Dia pilih
daftar ke sekolah negeri. Pilihan pertama SMP 8 (rayon seberang),
pilihan kedua SMP 29 (satu rayon). Sebagai bapak, aku manut-manut
saja. Sebagai bapak, aku lepas dia berjuang dengan tenaga dan
kekuatan sendiri. Sebagai bapak, aku tak berbuat apa-apa (bahkan
untuk sekadar bingung atau takut Tia tak diterima di sekolah negeri).
Padahal, di kantor dan lingkungan tempat tinggal, para orang tua
kelabakan ke sana kemari, "berusaha keras" agar anak mereka diterima
di sekolah impian. Lama-lama, terus terang, aku bingung karena kenapa
aku kok tidak bingung.

Aku antar Tia daftar. Aku antar Tia tes. Aku antar Tia lihat
pengumuman tanggal 13 Juli yang tertunda berjam-jam, dari pagi hingga
malam, itu. Lalu aku temani dia mencermati daftar nama. Di SMP 8, tak
ada. Di SMP 29 begitu juga. Kukabari istriku dan di ujung telepon
sana dia bilang, "Ya sudah, pulang. Besok daftar ke SMP
Muhammadiyah." Malam itu, sekitar pukul 21.30, kami pulang dalam
bungkam, kecuali Biru yang ngoceh melulu. Dia tak tahu, kakaknya
sedang sedih bukan main. Dia tak tahu.

Di jalan, aku bertanya, "Rasanya gimana, Nduk?" Tia diam. Tak
menjawab. Begitu pula ketika kami sampai di rumah. Saat aku asyik di
depan komputer di kamar kerja, dia masuk, duduk di belakangku. Aku
bertanya lagi, "Rasanya gimana, Nduk?" Dia diam, lalu... "Aku tidur
dulu ya, Pak..." sambil mencium pipiku seperti biasa.

Dia masuk dan menutup pintu kamar. Aku yakin, dia akan segera
menumpahkan segala yang menyesak di dadanya. Aku yakin. Dan makin
yakin ketika aku mengetuk pintu kamarnya. "Ya, tolong bantal dan
guling Biru!" Dia menyerahkan bantal dan guling itu setelah mematikan
lampu kamar dan berlindung di balik pintu. Sungguh aku yakin, dia
sedih sekali.

Aku tak bisa menulis malam itu. Aku tak sedih Tia tak diterima di
sekolah negeri. Sama sekali tak sedih. Aku sedih, bahkan jauh lebih
sedih, karena Tia sedih. Aku tiba-tiba merasa terlalu keras, terlalu
kejam, karena membiarkan dia "berjuang sendiri". Kenapa aku tak
seperti bapak-bapak yang lain (termasuk teman sekantor) yang "pontang-
panting" minta tolong ke sana kemari. Ke orang ini dan itu? Kenapa
aku tak minta tolong tetangga dan kenalan yang guru di SMP 8 dan SMP
29? Kenapa aku berikan pelajaran dan pengalaman pahit untuk Tia yang
baru saja lulus sekolah dasar?

Esok paginya, Kami 24 Juli, begitu bangun aku bersegera mengetuk
pintu kamar Tia. Aku bangunkan dia. Setelah shalat subuh, aku ajak
dia jalan-jalan. Dan sambil jalan-jalan itu, kami berbincang tentang
kegagalan. Kenapa dan bagaimana aku dan dia menyikapinya. "Kamu sedih
kan Nduk?" Dia mengangguk. "Kamu kecewa?" Dia mengangguk lagi. "Juga
malu?" Lagi-lagi dia mengangguk. "Bapak juga sedih, Nduk. Tapi nggak
kecewa, apalagi malu. Jalan masih panjang. Di SMP mana pun, kini kamu
punya kesempatan untuk menjadi lebih baik. Belajar secukupnya, main
secukupnya, tidur secukupnya. Jangan ada yang kurang, jangan ada yang
berlebihan..."

Tia diam. Entah paham entah tidak. Aku rengkuh bahunya. Aku kirimkan
kasih sayangku yang jauh melebihi batas sekolah negeri dan swasta
melalui pelukan yang aku usahakan menenteramkan. Aku cium dia. Aku
goda dia biar senyum manisnya (walau belum mandi) mengembang. Pagi
itu, di sepanjang jalan seputar perumahan, kami begitu khusuk
menikmati pautan hati.

Aku berharap, sangat berharap, "kegagalan" ini berbuah kebaikan bagi
kami. Tidak sekarang. Tidak sekarang. Tapi kelak ketika Tia menjadi
pribadi kuat dan mandiri. Tak mudah ikut arus. Tak mudah tergoda
untuk melakukan sesuatu di luar batas "kewajaran". Amin.
http://www.indocenter.com/

ANAK sulungku, Mutiara Relung Sukma, tahun ini lulus sekolah dasar
(SD) dan harus daftar ke sekolah menengah pertama (SMP). Dia pilih
daftar ke sekolah negeri. Pilihan pertama SMP 8 (rayon seberang),
pilihan kedua SMP 29 (satu rayon). Sebagai bapak, aku manut-manut
saja. Sebagai bapak, aku lepas dia berjuang dengan tenaga dan
kekuatan sendiri. Sebagai bapak, aku tak berbuat apa-apa (bahkan
untuk sekadar bingung atau takut Tia tak diterima di sekolah negeri).
Padahal, di kantor dan lingkungan tempat tinggal, para orang tua
kelabakan ke sana kemari, "berusaha keras" agar anak mereka diterima
di sekolah impian. Lama-lama, terus terang, aku bingung karena kenapa
aku kok tidak bingung.

Bahagia ada pada Jiwa yang Bisa Bersyukur


Pernah membayangkan, bagaimana seseorang menulis buku, bukan dengan
tangan atau anggota tubuh lainnya, tetapi dengan kedipan kelopak mata
kirinya? Jika Anda mengatakan itu hal yang mustahil untuk dilakukan,
tentu saja Anda belum mengenal orang yang bernama Jean-Dominique
Bauby. Dia pemimpin redaksi majalah Elle, majalah kebanggaan Prancis
yang digandrungi wanita seluruh dunia.
Betapa mengagumkan tekad dan semangat hidup maupun kemauannya untuk
tetap menulis dan membagikan kisah hidupnya yang begitu luar biasa.
Ia meninggal tiga hari setelah bukunya diterbitkan. Setelah tahu apa
yang dialami si Jean dalam menempuh hidup ini, pasti Anda akan
berpikir, "Berapa pun problem dan stres dan beban hidup kita semua,
hampir tidak ada artinya dibandingkan dengan si Jean!"
Tahun 1995, ia terkena stroke yang menyebabkan seluruh tubuhnya
lumpuh. Ia mengalami apa yang disebut locked-in syndrome, kelumpuhan
total yang disebutnya "Seperti pikiran di dalam botol". Memang ia
masih dapat berpikir jernih tetapi sama sekali tidak bisa berbicara
maupun bergerak. Satu-satunya otot yang masih dapat diperintahnya
adalah kelopak mata kirinya. Jadi itulah cara dia berkomunikasi
dengan para perawat, dokter rumah sakit, keluarga dan temannya.
Begini cara Jean menulis buku. Mereka (keluarga, perawat, teman-
temannya) menunjukkan huruf demi huruf dan si Jean akan berkedip
apabila huruf yang ditunjukkan adalah yang dipilihnya. "Bukan main,"
kata Anda.
Ya, itu juga reaksi semua yang membaca kisahnya. Buat kita, kegiatan
menulis mungkin sepele dan menjadi hal yang biasa. Namun, kalau kita
disuruh "menulis" dengan cara si Jean, barang kali kita harus
menangis dulu berhari-hari dan bukan buku yang jadi, tapi mungkin
meminta ampun untuk tidak disuruh melakukan apa yang dilakukan Jean
dalam pembuatan bukunya.
Tahun 1996 ia meninggal dalam usia 45 tahun setelah menyelesaikan
memoarnya yang ditulisnya secara sangat istimewa. Judulnya, "Le
Scaphandre" et le Papillon (The Bubble and the Butterfly).
Jean adalah contoh orang yang tidak menyerah pada nasib yang
digariskan untuknya. Dia tetap hidup dalam kelumpuhan dan tetap
berpikir jernih untuk bisa menjadi seseorang yang berguna, walaupun
untuk menelan ludah pun, dia tidak mampu, karena seluruh otot dan
saraf di tubuhnya lumpuh. Tetapi yang patut kita teladani adalah
bagaimana dia menyikapi situasi hidup yang dialaminya dengan baik dan
tetap menjadi seorang manusia (bahasa Sansekerta yang berarti pikiran
yang terkendali), bahkan bersedia berperan langsung dalam film yang
mengisahkan dirinya.
Jean, tetap hidup dengan bahagia dan optimistis, dengan kondisinya
yang seperti sosok mayat bernapas. Sedangkan kita yang hidup tanpa
punya problem seberat Jean, sering menjadi manusia yang selalu
mengeluh..! Coba ingat-ingat apa yang kita lakukan. Ketika mendapat
cuaca hujan, biasanya menggerutu. Sebaliknya, mendapat cuaca panas
juga menggerutu. Punya anak banyak mengeluh, tidak punya anak juga
mengeluh. Carl Jung, pernah menulis demikian: "Bagian yang paling
menakutkan dan sekaligus menyulitkan adalah menerima diri sendiri
secara utuh, dan hal yang paling sulit dibuka adalah pikiran yang
tertutup!"
Maka, betapapun kacaunya keadaan kita saat ini, bagi yang sedang
stres berat, yang sedang berkelahi baik dengan diri sendiri maupun
melawan orang lain, atau anggota keluarga yang sedang tidak bahagia
karena kebutuhan hidupnya tidak terpenuhi, yang baru mendapat musibah
kecelakaan atau bencana, bagi yang sedang di-PHK, ingatlah kita masih
bisa menelan ludah, masih bisa makan dan menggerakkan anggota tubuh
lainnya. Maka bersyukurlah, dan berbahagialah...! Jangan menjadi
pengeluh, penggerutu, penuntut abadi, tapi bijaksanalah untuk bisa
selalu think and thank (berpikir, kemudian berterima kasih/
bersyukurl).
Dalam artikel yang berjudul Kegagalan & Kesuksesan Hasil Konsekuensi
Pikiran dituliskan, seseorang yang sadar sepenuhnya, dia datang ke dunia ini
hanya dibekali sebuah nyawa (jiwa). Nah, nyawa itu harus dirawat dengan
menjalani kehidupan secara bertanggung jawab. Dengan nyawa ini pulalah,
seseorang harus hidup bahagia, di manapun dia berada, dan dalam kondisi apapun,
diaharus bisa bahagia. Kunci kebahagiaan adalah bersyukur! Mensyukuri apa yang
kita dapat itu penting, termasuk sebuah nyawa agar kita bisa hidup di alam ini.
Dan kebahagiaan bisa dibuat, dengan tidak meminta (menuntut) apapun pada orang
lain, tetapi memberikan apa yang bisa diberikan kepada orang lain agar mereka
bahagia. Jadilah seseorang yang merasa ada gunanya untuk kehidupan ini.
Untuk itu, Anda bisa mendengarkan intuisi sendiri sehingga bertindak
sesuai nurani dan menghasilkan apa yang Anda inginkan dalam hidup.
Hadapi hidup dengan tabah karena orang-orang beruntung bukan tidak
pernah gagal. Bukan tidak pernah ditolak, juga bukan tidak pernah
kecewa. Justru banyak orang yang sukses itu sebetulnya orang yang
telah banyak mengalami kegagalan.
Berpikirlah positif, Anda akan menjadi orang yang beruntung. Banyak
cerita tentang keberuntungan berasal dari kejadian-kejadian yang
tidak menguntungkan. Misalnya, kehilangan pekerjaan memunculkan ide
besar untuk mulai bisnis sendiri dan menjadi majikan. Ditolak pun
bisa mendatangkan kesuksesan. Tetapi, untuk mendapatkan keberuntungan
diperlukan usaha. Dan mulailah sekarang juga untuk berusaha! (SP)